Sabtu, 28 Maret 2015

Apa yang kita perbuat untuk keindahan di ketinggian sana???

Menjejakkan kaki ditanah tertinggi? Siapa yang tidak ingin. Menikmati keindahan tempat-tempat di ketinggian sana sambil berpelukan dengan dinginnya kabut? Siapa yang tidak mau. Meneguk air segar dari sumber? Siapa yang tidak tergoda. Menikmati langit yang berhiaskan jutaan bintang yang bersanding dengan senyuman manis bulan sabit? Siapa yang tidak terpesona.

Namun ketika kaki telah menapak di ketinggian apa yang kita dapatkan? Lebih dekatkah kita dengan sang pencipta? Setelah menikmati keindahan apakah yang akan kita perbuat? Memetik yang tidak seharusnya? Mengambil yang tidak semestinya? Atau menjaga dengan sepenuh jiwa raga? Setelah meminum air dari sumbernya lalu apa yang akan kita perbuat, mencuci sisa-sisa masak kita di dalamnya? Mandi dan merasakan dinginnya air yang merasuk kedalam pori-pori tubuh kita atau menjaganya supaya tetap jernih? Setelah menikmati langit yang bertabur bintang apa yang akan kita lakukan, memperjelas keindahan langit dengan menebang dahan-dahan pohon yang menghadang? Atau bercumbu dengan savana disana ditemani belaian angin?
Apapun yang kita lakukan semuga kita tetap meninggalkan keindahan dan harta berharga untuk anak cucu kelak.
Semuga kita tidak mengikuti arus yang salah, menjadi korban film-film yang mengedepankan harga jual dibandingkan mengajarkan etika menikmati dan menjaga alam.
Semuga kita menjadi penikmat dan pendaki yang konservatif.

Mendaki dan Konservasi

Mendaki gunung? Siapa yang tidak bisa? Menjadi seorang Pecinta Alam? Bisa, tinggal mengikuti ekstrakulikuler pecinta alam sudah bisa menyandang gelar Pecinta Alam. Tapi menjadi seorang Pecinta Alam yang KONSERVATIF? Tunggu dulu, tidak smua orang tau apa itu konservasi, bagaimana melakukan kegiatan konservasi dan bagaimana penerapannya. Banyak orang berfikir bahwa pecinta alam yang konservasi itu adalah pecinta alam yang sering melakukan penanaman, sering mengamati burung, sering melakukan analisa air, melakukan analisa vegetasi, hanya sebatas itu, iya segitu.



Namun apabila dilihat lebih luas lagi, kita bisa melakukan konservasi melalui banyak cara, misal kita melakukan dan memiliki desa binaan atau anak-anak binaan yang nantinya kita ajarkan kepada mereka hal-hal sederhana dari konservasi sehingga sejak kecil mereka sudah menyukai dan tahu apa itu konservasi. Atau bisa juga kita hitung jumlah karbon yang dihasilkan oleh manusia yang mampu diserap oleh tanaman (ingat, setiap tanaman mempunyai kemampuan berbeda-beda dalam menyerap CO2), lalu seberapa banyak oksigen yang mampu dihasilkan oleh tanaman (tanaman juga menghasilkan oksigen yang berbeda-beda), lalu kita butuh menanam berapa pohon untuk sekian manusia yang ada di sekolah atau kampus kita, lalu kalau mau lebih jauh bisa kita hitung secara ekonomi juga.



Bisa juga kita melakukan tindakan konservasi lewat seni, entah seni tulis menulis, seni teater, seni musik dan seni-seni yang lainnya. Bisa pula kita melakukan konservasi lewat hukum (untuk yang jurusan hukum) contoh kecilnya bisa kita lindungi hutan (ilegal logging) dengan menindak tegas para pelaku serta menegakkan hukum yang ada. Juga bisa kita manfaatkan pekarangan disekitar kita untuk menanam tanaman-tanaman obat atau tanaman langka lainnya, selain bermanfaat sebagai obat, memiliki nilai ekonomi juga dapat menambah oksigen disekitar kita. Banyak lagi contoh kegiatan konservasi disekitar kita, tapi sayang kita kurang memperhatikan hal-hal kecil yang bermakna besar. Konservasi jangan difikir yang terlalu rumit dan kaku. Karena sebenarnya konservasi itu sederhana, asal kita mau lebih peduli pada sekitar yang ada ^_^

Rabu, 25 Maret 2015

Jejak Jejak Mentok

Tiba-tiba malam ini aku ingat tentang kita, tentang jejak-jejak waktu yang pernah kita lewati bersama, tentang goresan-goresan kisah masa lalu. Sepertinya asyik kalau didendangkan bersama malam dan segelas kopi yang ditemani gemerlap bintang malam. Entah kita bercerita di ketinggian sana atau bersanding dengan deburan buih putih atau dipeluk pelangi diair yang jatuh mencumbu bumi. Smuanya indah untukku.
Kalian ingat tidak puncak pertama yang kalian gapai pertama kali? Ya puncak Rengganis yang manis dan puncak Argopuro yang kuno sebagai happy camp angkatan kita. Sayang skali aku tidak bisa ikut waktu itu, karena aku lebih memilih ospek daripada puncak-puncak itu, karena saat itu aku tak terlalu peduli dengan puncak. Ternyata Rengganis-Argopuro kedua akupun gak ikut. Dan akhirnya aku diperbolehkan menggapai puncak bersama kalian ketika LPH V diadakan, sekaligus ini adalah puncak pertamaku. Sayang skali dari angkatan kita hanya aku, Mlitos, Nunung, ABK, Remason saja yang ikut. Ketika aku menapaki setiap langkah digunung ini, awalnya aku bilang bahwa aku gak mau naik gunung lagi karena capek (ya Peg. Hyang kan gunung tercantik dengan jalur terpanjang). Tapi ternyata aku selalu merindukan kesunyian di ketinggian sana dan belaian kabut dinginnya.
Akhirnya aku kecanduan dengan puncak.

Puncak kedua kita adalah puncak Lemongan yang berhasil kita gapai bersama. Ya walau gunung ini bukanlah gunung yang tinggi, karena hanya 1671 Mdpl, bukan pula gunungtercantik apalagi tersulit di jawa tapi kita temukan banyak hal disini. Namun sayang kali inipun tidak smua angkatan kita yang ikut, hanya aku, Nunung, Mehong, Gedebuk dan ABK saja yang ikut. Katanya gunung ini adalah gunung yang lebih ‘Ajib’ jalurnya daripada semeru. banyak yang bilang kalau sudah sampai di puncak Lemongan puncak semeru gak akan berat. Saking beratmya jalur yang dilalui banyak yang melontarkan isi hati setelah sampai dibawah kembali, bahkan ada yang berjanji kalau gak akan kembali ke Lemongan kalau belum mencapai puncak Jalur tersulit di Jawa, Raung. Ada-ada saja.

Puncak ketigaku bersama kalian yaitu puncak Singa, Gunung Raung. Mungkin jalurnya tidak semenakutkan puncak Sejati, Raung tapi cukup memberi pelajaran pada kita. Beban berat dipundak, jalur yang naik perlahan tiada henti dan benar-benar menguji emosi diri. Disinilah kita membutuhkan manajemen yang benar-benar baik untuk 4 hari kedepan tanpa sumber air dan jurang di kanan kiri kaki kita, bahkan aku ingat sekali bagaimana ada drama korea diatasa sana, didekat jurang dan jalur yang hanya bisa dilewati satu kaki yang membutuhkan keseimbangan penuh, dan aku yang sebenarnya takut dengan ketinggian harus berhadapan dengan yang demikian. Oke, bagus bukan? Belum lagi kita sempat salah jalur (maklum belum pernah ada yang kesana), hampir saja kita jalan kegunung suketan untung saja bertemu dengan para pencari burung yang berakhir pada kita yang balik kucing. Dan lagi lagi disayangkan karena personil tidak lengkap. Hanya ada aku, nunung, ABK dan Memes.

Puncak selanjutnya adalah puncak abadi para dewa, MAHAMERU. Sudah banyak dari kalian yang ketempat ini, mehong bahkan sudah 3x kesini, Nunung, ABK, Mencong, Loi juga sudah. Clepuk sudah 4x walau muncaknya baru 1x, bu RT sudah 1x walau hanya sampai ranu kumbol. Aku hanya 1x kumbolo dan yang ke2 baru sampai puncak. Dan kembali terulang aku tidak disini dengan kalian, hanya aku dan Clepuk yang ditemani Senior Tega yang super sabar. Hahahaaa... banyak yang bilang kalau sudah sampai di puncak Lemongan puncak semeru gak akan berat, faktanya kalau aku disuruh memilih puncak lamongan apa semeru dengan pasti akan aku jawab Lemongan. Ya aku akui kumbolo memang menarik, Kalimati memang cantik tapi jalur kepuncaknya itu lo, W.O.W banget.

Aku lebih memilih ke Argopuro daripada ke Semeru, dan aku lebih memilih kepuncak Raung daripada puncak Semeru. Karena puncak Raung bukanlah longsoran hanya dikanan kiri jurang.
Ah kita tidak hanya bermain dihutan dan puncak-puncak menawan itu, kita juga sering menyapa pantai. Kalian ingat waktu kita ke ALAS PURWO? Ya disana kita menyapa Sadengan, Triangulasi, Pancur dan Plengkung. Iya plengkung yang jaraknya 9 Km dari pancur, yang kita lalui dengan berjalan kaki dihiasi bunga dikanan kiri dan bertemu rusa yang makan. Plengkung yang ombaknya terkenal seantero dunia. Iya, kita pernah kesana, dan kembali disayangkan hanya ada aku, nunung dan Remason.

Hai, kita tidak hanya menyapa Alas Purwo, kita juga bermain air di Teluk Hijau, disini kita bisa bercinta dengan air tanpa lelah, panas mataharipun tak dirasa, namun kembali disayangkan hanya ada aku, Clepuk, Nunung dan Bu RT.

Kita juga pernah bermain di air terjun tancak Saat DIKJUT, kita aplikasi Analisa Air, Navigasi Darat dan Analisa Vegetasi disana. Lagi dan disayangkan lagi hanya ada aku, Nghoo, Nunung, Gedebuk, Remason, Clepuk, Bu RT, Mehong, ABK, DumpTruk dan Mencong tapi sepertinya inilah momen kita berjalan-jalan bersama dengan personil terbanyak dibandingkan momen lain. Namun sayang momen ini tak terulang ketika kita menyapa air terjun berbeda, Madakaripura.

Disini hanya ada aku, Nunung, Nghoo, Clepuk, Mehong dan ABK. Apakah kalian tau? Air terjun ini begitu menawan. Bahkan bisa membuat aku yang dulunya sama skali tidak suka dengan air terjun bisa jatuh cinta. Semuga kelak aku bisa mengulang tempat ini bersama kalian.
Kemaren juga sempat buming B-29. Ramai dibicarakan bukan? Dan kita kesana bersama-sama, lagi-lagi hanya srikandi yang kesana karena hanya aku, Nunung, Mehong, Clepuk yang menyapa bukit 2900 mdpl itu. Taukah kalian kalau perjalanan kesana sungguh menarik, kita disuguhi bunga berwarna kuning dikanan kiri yang terhambar bak permadani menyapa sang putri. Disana kita juga bisa melihat puncak Mahameru dari dekat, indah dan gagah. Jonggring saloka yang tiada henti memberitahu bahwa dia hidup lewat muntahan asap tebalnya seolah menjadi saksi kedatangan kita ditempat itu. Perjalanan dari parkiran yang kita tempuh dengan kaki telanjang dan jalan berdebu tak menyusutkan niat kita untuk sampai ditempat itu. Bukahkah tidak merasa lelah ketika kita jalan bersama dengan isian celoteh dan cerita penuh tawa? Keindahan lain yaitu ketika pagi kita menyaksikan terbitnya mentari dari jarak yang dekat. Ah sayang aku sedikit kecewa, ternyata tak seindah yang ada dibayanganku namun tetap berkesan karena itu aku saksikan dengan kalian walau tak smuanya ikut.
Yah sampai aku menulis cerita ini aku masih selalu berdoa dan merapal mantra semuga, semuga kelak kita mampu berdiri dipuncak suatu gunung bersama-sama. Tidak perlu ke gunung dengan jalur terpanjang dan tercantik di Jawa, Argopuro, tidak juga ke gunung dengan jalur tersulit di Jawa, Raung, apalagi ke Puncak tertinggi Jawa, Semeru hanya sekedar kepuncak Gumuk aku sudah senang, asal bersama kalian, kita ber17. Atau kalian gak mau mendaki, kita masih punya pantai dengan buih indah diplengkung atau kalian ingin pantai yang dekat-dekat saja, tidak masalah, atau mungkin kalian bosan dengan ombak dan pasir, kita masih punya air terjun Madakaripura yang menawan, ah mungkin kalian mau mengenang kita DIKJUT di tancak, gak apa-apa, dimanapun tempatnya asal kita bisa ber-17 aku suka.